Senin, 10 Januari 2011

Cabe Pedes, Harganya Juga Pedes




Selain berita pembokliran penggunaan Blackberry yang lagi hot-hotnya di media massa, berita kenaikan harga cabe juga jadi sorotan banget sejak minggu pertama di tahunh yang baru ini. Karena gue gak punya BB dan ga mau komen terlalu banyak soal BB, jadi gue komen tentang cabe aja lah...dampaknya lebih kerasa bo, dalam kehidupan sehari-hari gue.

Gue suka banget sama sambel. Apa-apa gue cocol pake sambel, bahkan makan nasi pake sambel aja pun okelah...pokoknya ga enak deh makan tanpa sambel. Nah, sambel itu kan asalnya dari cabe (yaelah anak kecil juga tau yak..), dengan adanya kenaikan harga cabe otomatis ikut mengganggu kegiatan konsumsi gue akan cabe. Tiap nyendok sambel agak banyak dikit, langsung deh Nyokap atau Nenek gue ngingetin “Sar...sambelnya kira-kira...”. Dengan nada nyindir dan dehem-deheman. Kalo gue sanggah “Ah biasa aja kok ini ngambilnya..”, langsung deh mereka ‘bercerita’ betapa kenaikan harga cabe bikin acara belanja jadi ‘ngenes’ dan uang belanja pun serasa dibunuh pelan-pelan (lebay ya?haha). Dan memang begitu gue survey ke lapangan alias disuruh belanja ke tukang sayur pagi-pagi, gue nemuin beberapa fakta yang cukup mengejutkan : pertama, ternyata sekarang cabe dikemas-kemas gitu dalam plastik, ga bisa seenaknya kita raup pake tangan trus diserahin ke tukang sayur buat diitung atau ngambilnya bisa dikira-kira aja sama tukang sayur. Kalo kita ramah mengobrol dengan tukang sayur, kemungkinan besar kita bisa minta tambah dikit cabenya. Sekarang ? Boro-borooo...lha udah diplastikin gitu...ga mungkin dibuka lagi kan. Fakta kedua, seplastik cabe aja tuh isinya dikiiit banget. Yang biasanya dulu seribu perak dibungkus koran bisa dapet seraup, sekarang bisa diitung pake jari deh isinya. Ckck. Ketiga, faktanya : seribu gak berlaku lagi cuy dalam dunia percabean. Untuk seplastik cabe yang jumlah isinya bikin ngenes itu aja kita sekarang harus ngeluarin dua ribu perak ! Iya, dua ribu perak ! *ekspresimenjerit Pantes aja Emak-Emak sekarang suka sensi....

Nih ya sekilas berita tentang kenaikan harga cabe yang terjadi di provinsi gue Jawa Barat

Badan Pusat Statistik Jawa Barat mencacat kenaikan harga cabai di pasaran untuk cabai merah besar mencapai 102 persen sedangkan untuk cabai rawit mencapai 127 persen. Kenaikan ini didorong permintaan yang tinggi dan musim hujan sepanjang tahun ini. "Trennya sudah terasa sejak lebaran lalu," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Lukman Ismail, di Bandung, Senin (3/1).
Pada bulan Desember ini, kenaikan harga cabai menyumbang inflasi yang paling besar dibandingkan beras yang merupakan komoditas utama masyarakat. Inflasi Jawa Barat sendiri pada bulan Desember mencapai 0,73 persem. Inflasi ini disokong kenaikan kelompok bahan makanan yang mencapai 2,17 persen.

Memang, harga cabe yang melambung itu disebabkan produksi cabe yang menurun karena gagal panen akibat dari hujan terus menerus. Bahkan di beberapa daerah penghasil cabe seperti Banyuwangi, Jember, Brebes, Kediri dan Sragen terjadi penurunan produksi 20 sampai 30 persen gara-gara serangan hama patek yang membuat cabe jadi busuk. Hama ini jadi makin eksis penyebarannya karena udara lembab yang tinggi selama musim panen. Coba deh inget lagi pelajaran Ekonomi waktu kelas sepuluh...kasus kayak gini termasuk ke dalam kasus kelangkaan. Kelangkaan itu kan artinya alat pemuas kebutuhan tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini cabe sebagai alat pemuas kebutuhan nggak mampu memenuhi kebutuhan konsumen (apalagi yang kayak gue) karena produksinya yang terus menurun. Dan udah hukum Ekonomi, kalo barang yang semakin langka akan semakin dicari dan harganya juga makin naik. Pernah belajar tentang hukum penawaran mengenai harga barang kan ? Semakin banyak permintaan, maka produsen akan menaikkan harga barang. Aih, ternyata berguna juga ilmu yang kita pelajari di sekolah (yaiyalah emang ada gunanya !)

Lebih ngenes lagi, ada berita kayak gini nih :

Kenaikan harga cabai tak berdampak terhadap petani. Menteri Pertanian Suswono mengatakan Namun, Suswono mengatakan tingginya harga cabai tak menguntungkan petani dan lebih banyak dimanfaatkan oleh pedagang. ”Terbatasnya pasokan pangan banyak dimanfaatkan pedagang dengan cara menaikkan harga. Kelihatannya ini dibikin panik agar harga melambung,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (4/1). Padahal, kata dia, harga cabai di tingkat petani hanya seperempat dari harga yang beredar di pedagang.


Gini nih jeleknya orang Indonesia...suka KKN ! Suka mengail di air keruh. Atas nama keuntungan, banyak pihak yang seenaknya membuat harga barang jadi melambung. Gak cuma pedagang, juga pihak distributor sengaja menaikkan ongkos angkut. Pikir mereka, toh biar mahal mereka tetap akan dibutuhkan juga. Bagi sebagian orang, kelangkaan emang dianggap sebagai keuntungan. Mereka ini antara lain para tengkulak, pedagang dan distributor. Bener deh gue prihatin banget dengan hal ini. Selain konsumen dirugikan dan gue juga jadi gak bisa sering-sering makan sambel, hal ini juga merupakan diskriminasi bagi petani. Indonesia itu negara agraris, tapi herannya petaninya gak sejahtera.

Semoga aja inflasi ini segera mereda, apalagi kata Wakil Menteri Pertanian Bayu Krismurthi optimis harga cabe akan segera normal. Alasannya, akhir Januari hingga awal Februari ini beberapa daerah sentra cabai sudah mulai memasuki masa panen. Diantaranya di Tasikmalaya, Sukabumi, dan Brebes. Dengan pasokan cabai bertambah, lanjutnya, maka diharapkan bisa menenangkan pasar sehingga harga berangsur turun. Moga-moga aja ya guys, biar Nyokap-Nyokap kita gak ngomel-ngomel mulu kerjaannya :P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar