Minggu, 18 April 2010

Aku Tak Dapat Memenuhi Permintaanmu


Ketika masih kecil, aku suka tersenyum kepada ayahku. Kukira Ayah akan balas menatapku, tapi ternyata tidak

Aku suka mengatakan ‘Aku sayang Ayah’ kepada yahku, dan menunggunya untuk mengatakan sesuatu. Kukira Ayah mendengarku, tapi ternyata tidak.

Aku mengajak ayahku bermain bola di luar. Kukira ayahku akan mengikutiku keluar, tapi ternyata tidak.

Aku menggambar dan berharap ayahku akan melihatnya. Aku berharap ayahku akan memasang lukisanku, tapi ternyata tidak.

Aku membuat tempat berkemah di halaman belakang. Kukira ayahku akan ikut berkemah denganku satu malam saja, tapi ternyata tidak.

Aku mencari cacing untuk umpan memancing. Kukira ayahku akan ikut memancing bersamaku, tapi ternyata tidak.

Aku ingin mengajak ayahku berbicara untuk bertukar pikiran. Kukira itu juga yang diinginkan ayahku, tapi ternyata tidak.

Aku memberinya jadwal pertandingan yang kumainkan. Kukira ayahku pasti datang, tapi ternyata tidak.

Aku ingin berbagi masa mudaku dengan ayahku. Kukira itu juga yang diinginkan ayahku, tapi ternyata tidak.

Lalu tugas negara memanggilku, dan aku harus ke medan pertempuran melaksanakan tugasku. Ayah memintaku pulang dengan selamat. Aku tidak bisa memenuhi permintaannya.


Surat dari Sang Ayah yang ada di genggaman Sang Anak setelah menjadi mayat. Isinya singkat saja :
“ Maafkan aku, aku menyayangimu. Ayah sayang padamu. Ayah rindu padamu. Tetapi meski Ayah tidak melakukan apa pun yang kamu inginkan, seharusnya kamu mengabulkan permintaan terakhir Ayah”

(Dikutip dari Chicken Soup For The Soul, by Stan Gebhart)


SPEECHLESS.
Itu kesan pertama gue waktu baca kisah ini. Gue gak tahu harus menyalahkan Sang Ayah, atau Sang Anak karena gak bisa memenuhi permintaan ayahnya. Yang pasti, gue langsung teringat seseorang ketika baca kisah ini.

Ya, siapa lagi kalau bukan Ayah gue ? Kebetulan gue juga memanggil bokap gue dengan ‘Ayah’, dan...Ayah gue bukanlah tipe Ayah yang perhatian dengan anaknya. Secara beliau sering dinas ke luar kota, sekalinya ada di rumah juga tetep sibuk kesana kemari. Ayah jarang ngobrol dengan gue, paling banter seputar pendidikan gue. Ayah sering menganggap masalah-masalah yang gue alami cuma sekedar ‘masalah anak kecil’. Selera film gue pun beda banget sama Ayah, jadi gue gak pernah nonton bareng dengannya. Ayah jarang banget ke kamar gue, kecuali beliau minta tolong ketikkin surat-suratnya. Nganter ke sekolah ? Mungkin bisa dihitung dengan jari seumur hidup gue. Ayah gak pernah bilang sayang sama gue, begitu juga gue.

Tapi...

Setiap kali Ayah pulang dari luar kota, gue akan selalu menyediakan diri keluar menyambutnya, bahkan gue berusaha untuk pulang ke rumah lebih cepat. Dan di saat itulah, ketika Ayah menjejakkan kakinya di rumah, yang Ayah peluk pertama kali adalah gue. Dan Ayah gue termasuk orang yang humoris juga, makanya segala hal kadang dia anggap nyantai dan lucu. Satu pelukan, tawa gue karena lucunya Ayah, yang mampu membuat gue memahami kasih sayangnya.... =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar