Minggu, 18 April 2010

Pelari Tengah Malam


Ada seorang anak, Daisuke namanya. Dia adalah remaja seusia kita juga. Tetapi berbeda dengan remaja kebanyakan yang selalu bersemangat, Daisuke tergolong anak yang lemah fisiknya. Pada pelajaran olahraga, terutama lari, Daisuke selalu ketinggalan, dan akhirnya menyerah karena tak kuat berlari jauh-jauh. Tubuhnya sangat rentan terkena penyakit. Hingga suatu ketika, setelah kesekian kalinya ia sakit demam, Daisuke mengeluh sendiri , “Aku nggak suka punya badan seperti ini...aku ingin berlari sama teman-teman !”

Tanpa sengaja, Daisuke melihat sebuah siaran di televisi yang sedang menampilkan siaran langsung kejuaraan lari tingkat SMA. Suara komentator pertandingan menarik perhatian Daisuke“Masing-masing atlet memasuki putaran terakhir, dan...Nakatani, atlet dari Jepang berhasil mengejar hingga posisi paling depan ! Walau tubuhnya kecil dan hanya 154 cm, tapi ia memiliki stamina yang luar biasa !”
Daisuke tersentak, “154 cm ?! Lebih kecil dari aku ! Luar biasa...”
Kemenangan Nakatani itu pun membuat semangat hidup Daisuke yang semula padam, menjadi menyala lagi. Saat itu juga, Daisuke memutuskan akan melawan kelemahan fisiknya. Kelemahan hanya bisa dilawan oleh kekuatan. Dan Daisuke ingin fisiknya kuat, sehingga ia harus melawan kelemahan itu.

Keesokan harinya, Daisuke mulai berlatih jogging. Awalnya, Ayah dan Ibu Daisuke sempat melarang anak semata wayangnya itu, karena mereka tahu betul kondisi fisik Daisuke. Tapi tekad Daisuke sudah bulat, sehingga tak ada yang bisa dilakukan orangtuanya kecuali menyemangati anak mereka. Daisuke pun segera menjadwalkan waktu joggingnya. Ia memilih waktu tengah malam untuk berlari, karena hanya di waktu itu ia memiliki waktu luang setelah kesibukan di sekolah dan di rumah. Selain itu, Daisuke juga ingin menguji ketahanan tubuhnya jika terkena angin malam.

Pertama-tama, ia berlari hanya sekitar rumah. Berikutnya, hingga ke taman terdekat. Perlahan-lahan, jaraknya semakin jauh. Walau berat, tapi Daisuke memaksa dirinya untuk tetap kuat. Dan pelan tapi pasti, latihan Daisuke mulai menunjukkan hasil. Tubuhnya justru semkin kuat, dan daya tahannya semakin meningkat. Daisuke pun menjadi pelari tercepat dan paling jauh dalam pelajaran olahraga. Membuat terkejut teman-teman dan gurunya.

Waktu berlalu, Daisuke kemudian dicalonkan menjadi atlet maraton di sekolahnya. Daisuke senang sekali, ia selalu mengangankan dapat memutuskan pita garis finish seperti atlet Nakatani lakukan. Ia bertambah senang karena orangtuanya juga mendukung kegiatan larinya. Mereka membelikan Daisuke sepasang sepatu lari berwarna putih yang bagus dan mahal. Bagi mereka, Daisuke pantas mendapatkannya karena jerih payahnya selama ini. Sampai suatu ketika, seperti biasa pukul 12 malam, Daisuke bersiap-siap lari. Ia juga ingin mencoba sepatu barunya. Tak sabar rasanya menunggu sampai kejuaraan maraton yang akan diikutinya digelar.

Namun malam itu, tak biasanya Daisuke lari terlalu lama. Biasanya jam 1 pun ia kembali ke rumah. Tetapi hingga hampil pukul 2 pagi, ia belum juga pulang. Langsung saja hal itu membuat khawatir Ibunya.
“Ayah, mengapa Daisuke belum pulang sekarang ?”Ibu Daisuke mulai terpikir macam-macam. Kecemasan melanda batinnya.
“Ayo, kita cari dia, Ibu !”ujar Ayah tak kalah cemasnya.

Ayah dan Ibu Daisuke pun segera mencari Daisuke. Dengan senter di tangan, mereka menyusuri jalan-jalan di komplek perumahan. Udara semakin dingin, angin memecahkan suara seruan mereka yang memanggil-manggil Daisuke, “Daisukeee !!! Daisukeee!!!”. Sampai akhirrnya mereka memutuskan mencari Daisuke hingga ke sekolah Daisuke yang memang tidak jauh dari perumahan mereka. Dan di depan gerbang sekolah....terlihat sepasang kaki tergeletak. Celana warna abu-abu...sepatu lari berwarna putih...

“I...It..Itu...yang dipakai ...”Ibu Daisuke tak sanggup meneruskan kata-katanya.

“DAISUKE !!!”

Tujuh hari telah berlalu semenjak kematian Daisuke karena gagal ginjal. Suasana duka masih begitu terasa selepas kepergian anak lelaki yang baik itu. Hingga pada suatu malam, seorang Bapak yang baru pulang kerja tengah malam melewati sekolah Daisuke...dikejutkan suara langkah-langkah kaki berlari di belakangnya. Ia menoleh, lalu jantungnya serasa berhenti begitu melihat...bayangan sepasang kaki berlari hingga lutut, tanpa ada tubuhnya hingga ke atas...

“Tap ! Tap ! Tap !”

Pikirannya segera melayang pada Daisuke, atlet maraton yang meninggal seminggu yang lalu. Sepatunya berwarna putih...seperti sepatu yang dikenakan langkah-langkah kaki itu !

“Di...dia kesini !” Bapak itu seakan mau menjerit namun tak mampu. Ia hanya dapat menutup matanya, lalu kemudian beberapa saat, suara-suara langkah itu semakin kecil, seperti menjauh. Bapak itu membuka matanya, melihat langkah-langkah itu sudah berlari jauh meninggalkannya.

Isu tentang pelari tengah malam pun segera menyebar dengan cepat. Semua teman-teman Daisuke ramai membicarakannya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menyampaikan hal ini pada orangtua Daisuke yang masih berduka. Mendengar hal itu, Ibu Daisuke menjadi bertambah sedih, lagi-lagi tak kuasa menahan air matanya. “Dia pasti masih berlari sekrang, karena belum memutuskan pita garis finish “ kata Ayah Daisuke merenung, diiringi anggukan dari teman-teman Daisuke.

Malam itu juga, orangtua Daisuke memutuskan untuk berada di depan gerbang sekolah tengah malam. Mereka menunggu kedatangan arwah Daisuke yang berlari. Agak lama mereka menunggu dalam duka dan kegamangan, tepat pukul 12 malam, angin di sekitar mereka berhenti berhembus. Suasana menjadi hening dan mencekam menyelimuti orangtua Daisuke.

‘Tap ! Tap ! Tap !”

Terdengar suara langkah berlari. Ayah dan Ibu Daisuke terperanjat...ternyata isu itu benar...ada bayangan sepasang kaki berlari mendekati mereka. Ketakutan dan kesedihan campur menjadi satu dalam benak orangtua Daisuke. Namun mereka berdua tahu, itu adalah Daisuke. Mereka tidak perlu takut, dan akan melaksanakan hal terakhir yang bisa mereka lakukan untuk Daisuke.

Dengan gemetar, Ayah dan Ibu Daisuke memegang pita finish di tangan mereka. Diulurkan pita itu di jalur yang akan dilewati Daisuke. Ayah dan Ibu berseberangan memegangi pita itu.

“Tap ! Tap ! Tap !”

Langkah-langkah itu semakin mendekat, lalu bayangan Daisuke menjadi semakin jelas. Dari mulai kakinya, lutut, hingga seluruh tubuh dan kepalanya muncul. Wajah Daisuke tampak kelelahan, namun ada senyum kemenangan disana. Hingga akhirnya ia memutuskan pita finish...

“Yeah !”sorak Daisuke gembira. Ia tampak begitu puas...lalu ia masih berlari hingga beberapa langkah lagi, lalu berbalik dan tersenyum pada kedua orangtuanya. Senyum penuh kebanggan dan kebahagiaan....lalu bayangan Daisuke hilang perlahan ditelan angin...

Udara semakin dingin, malam yang kelam, dimana Ayah dan Ibu Daisuke, berpelukan, sekali lagi menangis tersedu-sedu menyaksikan kemenangan Daisuke.


(Diceritakan kembali dari komik Ghost School by Kyomi Ogawa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar